Allah Maha Besar

Assalamu'alaikum Wr.Wb.

 Hasil gambar untuk allah maha besar
Maha Besar Allah yang cipta'an-Nya tidak terukur dengan logika manusia.

Saudaraku, banyak orang mungkin termasuk kita seringkali “menerjemahkan” ciptaan Allah Azza wa Jalla menurut kepentingan hawa nafsu kita. Dan memang, kita sering ingin mengukur “logika Alla' dengan kelemahan logika kita. Akbiatnya sungguh luar biasa, karena hal tersebut akan menjadi kontroversi dan membingungkan orang banyak. Seringkali kita baru mengetahui hikmah penciptaan, perintah, atau larangan Allah apabila sudah dibenturkan pada masalah yang menjadi objek pikiran kita.

Ada sebuah kisah jenaka Nasruddin Hoja :
Pada suatu siang yang terik, Nasruddin ngadem di bawah pohon ceri di sebuah kebun labu. Tanpa sengaja, Nasruddin melihat buah ceri yang merah ranum di atas kepalanya. Lalu, dia membandingkan antara labu besar yang tergolek di tanah dan ceri kecil yang menggelantung di dahan. Timbul pikiran di benaknya,
“Aneh juga ya, mengapa Allah menciptakan pohon yang besar ini dengan buah yang kecil. Seharusnya kan, buahnya sebesar labu itu. Nah, pohon labu buahnya sebesar ceri ... itu baru cocok.”
Nasruddin tersenyum geli. Tiba-tiba sebutir buah ceri jatuh dan tepat mengenai jidatnya. Kontan Nasruddin bangun dan bersujud.
“Ampun ya Allah, Maha Besar Engkau dan Maha Adil! Sekiranya pohon ini buahnya sebesar labu, pastilah kepalaku sudah remuk dibuatnya.”

Saudaraku, memang susah menakar “logika” Allah dengan menggunakan nalar kita. Tidak heran apabila sebagian dari kita menganggap hukum qishash itu out of date, tidak relevan, dan melanggar HAM. Kita lupa dengan firman Allah Azza wa Jalla di surah Al-Baqarah (2) : 179, yang mengatakan, “Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa”

Sebagian kita menolak ayat ini karena tidak mengalami peristiwa tragis yang berkaitan dengan darah dan nyawa. Di sebuah berita kriminal di televisi, seorang ibu, sambil menangis tersedu-sedu, meminta orang yang membunuh anaknya dihukum dengan hukuman yang setimpal. Ketika ditanya maksudnya, ibu itu dengan geram menjawab, dia ingin pembunuh anaknya itu dihukum mati. Jadi, hukuman setimpal menurut ibu korban adalah dengan membunuh si pembunuh! “Setimpal bagi orangtua si korban, namun mungkin berbeda maksudnya dengan orangtua si pembunuh. Dan, tentu saja, berbeda juga dengan logika pengacara si pembunuh.

Saudaraku, sejujurnya, membaca ayat tersebut, saya jadi malu karena yang diajak bicara oleh Allah dalam ayat itu adalah orang-orang yang berakal. Ini bisa dimengerti, tanpa bermaksud menafsirkan, lantaran orang yang berakal itu lebih mudah diajak bicara dan diberi pengertian, sedangkan orang yang tidak mau menggunakan akalnya akan kesulitan menerima ayat ini dan sudah pasti akan menolaknya mentah-mentah. Namun bisa juga, lantaran orang yang berakal itu mempunyai potensi untuk membangkang dan menolak ayat ini dengan segala argumentasi. Oleh karena itu, di akhir ayat ini, Allah Yang Maha Mengetahui segera menguncinya dengan anak kalimat “supaya kamu bertakwa”. Seolah-olah Allah SWT ingin mengatakan, Seandainya kamu, wahai orang yang berakal, tidak mengerti juga setelah kamu mengeluarkan segenap argumentasimu, maka bertakwalah kepada-Ku karena Akulah yang mengerti dan mengetahui segala urusan. Kamu berpikir hanya untuk zamanmu saja. Kamu tidak mengetahui apa yang akan terjadi 200 – 300 tahun atau lebih yang akan datang.”

Saudaraku, sungguh, apabila kita mengatakan ada ayat atau “aturan” Allah yang tidak relevan, berarti kita mengatakan Allah tidak Maha Mengetahui atas segala sesuatu. Sebab, ternyata aturan-Nya atau ayat-Nya tidak bisa dipakai sampai akhir dunia.

Saudaraku, manusia memang cenderung sombong dan angkuh dengan ilmunya yang sedikit dan terbatas, tetapi ingin menakar ilmu dan pengetahuan Allah. Hawa nafsu mendorongnya untuk “mengoreksi” hasil pekerjaan Allah Azza wa Jalla. Dan, dia merasa bangga apabila berhasil “menemukan” ketidak relevan-an ayat Allah dengan zaman yang dia hidup didalamnya. Allah memang menantang kita untuk “mengoreksi” hasil ciptaan-Nya. Coba simak firman Allah berikut ini :

“... Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka, lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi, niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu yang cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah.” (QS. Al-Mulk [67] : 3-4)

Saudaraku, boleh jadi, kta melihat atau merasakan apa yang ditetapkan Allah itu tidak adil. Namun, toh kita tidak tahu hikmah besar apa yang terkandung didalamnya.
Wallahu'alam bish-shawab

Wassalamu'alaikum Wr.Wb.

Previous
Next Post »

2 komentar

Click here for komentar
Unknown
admin
Senin, September 21, 2015 ×

sangat bermanfaat gan

Reply
avatar
Unknown
admin
Rabu, September 23, 2015 ×

nice post gan.... artikelnya bermanfaat.....

Reply
avatar
Thanks for your comment