Assalamu’alaikum Warohmatullaahi Wabarokaatuh…

Saudaraku, betapa kita sering tidak pernah
merasa puas terhadap harta benda yang sudah kita peroleh. Rasa tidak puas ini
timbul karena kita tidak atau kurang bersyukur kepada Allah. Di samping itu,
kita sering menganggap keberhasilan kita semata-mata hasil jerih payah kita
sendiri, tanpa ikut campur tangan Allah. Apalagi, kalau kita tidak pernah
mengawali segala aktivitas kita dengan doa, semakin yakinlah kita bahwa Allah
memang tidak mempunyai peran apa-apa dalam keberhasilan hidup kita.
“Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu
sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan.
Amat sedikitlah kamu bersyukur.” (QS. Al-A’raf [7]: 10)
“Allah-lah yang menjadikan malam untuk
kamu supaya kamu beristirahat padanya; dan menjadikan siang terang benderang.
Sesungguhnya Allah benar-benar mempunyal karunia yang dilimpahkan atas manusia,
akan tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.” (QS. Al-Mu’min [40]: 61)
Saudaraku, rasa tidak puas dan terus merasa
kurang dalam perolehan kekayaan kalau diikuti akan membuat hati menjadi
tertutup, untuk kemudian mati. Kalau hati sudah mati, ancaman dan sanksi hukum
tidak lagi menjadi sesuatu yang ditakuti. Semua aturan boleh dilanggar. Tujuan
akhir hidup adalah meraih harta kekayaan sebanyak-banyaknya walaupun disadari
harta itu tidak akan dibawa mati. Rasa tidak pernah puas itu laksana
tenggorokan yang kehausan dan diberi minum air laut. Semakin haus. Semakin
panas, tetapi terus diisi. Tidak peduli perut kembung dan tidak sanggup
menampung.
Saudaraku, kita memang sering kali lupa,
ketika mendapatkan kesenangan, ada orang lain yang kesusahan. Ada orang lain
yang juga menginginkan kesenangan seperti yang kita peroleh. Dan, kalau kita
tidak bersyukur kepada Allah, kenikmatan memperoleh kesenangan itu tidak akan
pernah kita rasakan. Kita akan terus memburunya. Terus. Sampai akhirnya kita
sampai ke liang kubur! Atau, sampai Allah mencabut kesenangan itu dan Dia
berikan kepada hamba-Nya yang lain.
Masih ingatkah Anda dengan kisah Tsa’labah?
Konon, Tsa’labah selalu pulang tergesa
setelah shalat berjamaah bersama Rasulullah Saw. tanpa zikir dan doa. Ini
dilakukan karena dia hanya mempunyai baju satu yang dia pakai bergantian dengan
istrinya. Dia memang sangat miskin. Itulah sebabnya, dia memohon Rasulullah
Saw. berdoa untuknya agar dia menjadi kaya. Rasulullah Saw. menasihatinya bahwa
dia lebih baik miskin daripada kaya tetapi durhaka kepada Allah. Tsa’labah
mengatakan bahwa kedurhakaan itu tidak akan terjadi pada dirinya.
Karena Tsa’labah terus memohon, akhirnya
Rasulullah Saw. berdoa kepada Allah, kemudian memberi Tsa’labah seekor domba
betina. Subhanallah! Domba itu
berkembang biak cepat sekali, sampai berpuluh-puluh ekor. Tsa’labah sekarang
menjado OKB (Orang Kaya Baru). Namun, seiring dengan statusnya itu, dia sering
terlambat shalat berjamaah karena sibuk mengurus dombanya yang sudah sedemikian
banyak. Tambahan lagi, dia juga mulai pelit. Ketika Rasulullah Saw. meminta
zakat untuk domba-dombanya, dia ngeyel.
Akibatnya, sudah bisa diduga. Allah mencabut nikmat-Nya, dan Tsa’labah kembali
miskin.
Saudaraku, terkadang, kebutuhan kita timbul
setelah melihat kebutuhan orang lain. Atau, karena melihat orang lain memiliki
sesuatu. Seorang istri merayu suaminya agar membeli mobil mewah semata-mata
karena teman arisannya berkendaraan mobil mewah. Ini sungguh menggelikan. Kita
mengukur kebutuhan diri sendiri lewat kebutuhan orang lain. (Untung suaminya tidak menjawab, “Teman Papa
punya istri baru lho, Ma…” [Nah, lho?])
Wallahua’lam
bish-shawab
2 komentar
Click here for komentarkadang itu memberi motivasi tapi kadang bisa menjatuhkan gan dan membuat kufur :D
ReplyTerkadang kebutuhan kita timbul setelah melihat kebutuhan orang lain.... Kalimat kunci yang menohok hati kita semua. Artikel bagus dan bermanfaat sekali.
ReplyConversionConversion EmoticonEmoticon