Assalamu'alaikum Warohmatullaahi Wabarokaatuh...
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu,
sampai kamu masuk liang kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui
(akibat perbuatanmu itu). Dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.
Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin. Niscaya
kamu akan melihat neraka Jahiim. Dan sesungguhnya kamu akan melihatnya dengan
'ainul yaqiin. Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang
kenikmatan.” (QS. Al-Takatsur [102]: 1-8)
Saudaraku, Allah telah mengingatkan kita
dalam Surah Al-Takatsur. Tiga kali Allah Azza wa Jalla mengingatkan kita dengan
kata-kata “Janganlah begitu!” Ini menandakan berbahayanya apa yang
dilarang itu, yakni bermegah-megahan yang membuat kita menjadi lalai dan
mengabaikan kehidupan akhirat. Di akhir surah tersebut, Allah mengingatkan
bahwa semua kenikmatan yang kita peroleh dan rasakan semasa di dunia itu akan
dimintai pertanggung jawaban oleh Allah kelak. Oleh karena itu, alangkah
baiknya kalau kita bersiap diri sejak sekarang.
Saudaraku, tabiat dasar kita, manusia,
memang tidak pernah mengenal kata “puas” sehingga selalu ingin lagi,
terus seperti itu. Kita selalu ingin memiliki “sesuatu” yang sesungguhnya tidak
kita butuhkan. Kita menciptakan keinginan dan kebutuhan. Celakanya, keinginan
dan kebutuhan ini terkadang muncul karena “sesuatu” itu dimiliki oleh orang
lain.
Saudaraku, Rasulullah Saw. pernah membuat
ilustrasi yang sangat indah tentang tabiat dasar kita itu. Sabda beliau, “Seandainya
manusia sudah memiliki emas sebesar Gunung Uhud, niscaya dia akan tetap
menginginkan emas sebesar itu lagi. Dan, kalau dia telah mendapatkannya,
niscaya dia akan minta lagi, lagi, dan lagi.” Masya Allah... Nafsu
kita memang laksana tenggorokan yang sangat kehausan dan ingin bertemu dengan
air yang dingin dan sejuk. Kita ingin terus minum tanpa menghiraukan kapasitas
perut kita. Kita merasakan nikmatnya air yang melewati tenggorokan, tetapi kita
abaikan “jeritan” perut yang kelebihan muatan.
Hati, ya benar Saudaraku, hati sangat
memegang peranan dalam hal ini. Oleh karena itu, kita harus memerhatikan pesan
Rasulullah Saw. agar menjaga hati. Didalam jasad kita, ada “segumpal daging”,
yang kalau daging ini rusak, jasad juga rusak. Bahkan semua sistem nilai yang
seharusnya kita taati dan kita pegang teguh juga ikut rusak. Dan, ketahuilah
bahwa “segumpal daging itu” adalah hati.
Saudaraku, hati akan bisa menjadi luas (dan
meluaskan dunia) apabila ia puas, qana'ah, nrimo terhadap apa yang Allah
berikan. Ia juga tidak berburuk sangka, su'uzhzhan, kepada sesama manusia,
apalagi kepada Allah Azza wa Jalla. Kita selalu merasa senang terhadap
perolehan materi, yang kita cari dengan sungguh-sungguh dan dengan ikhlas,
meskipun sedikit. Berbarengan dengan itu, kita juga selalu mencari kepuasan
dalam ibadah ritual kepada Allah. Itulah yang membuat rumah kita tidak seperti
kuburan karena luasnya hati.
Seorang sufi berkata, “Kuburan orang
beriman -yang sempit itu- lebih luas dan indah daripada rumah mewah orang-orang
kaya yang tidak bersyukur dan senantiasa disibukkan oleh masalah dunia.”
Wallahua'lam bish-shawab
Wassalamu'alaikum Warohmatullaahi
Wabarokaatuh...
ConversionConversion EmoticonEmoticon