Assalamu’alaikum Warohmatullaahi Wabarokaatuh…
Saudaraku, kita yang biasa naik bus kota
atau kereta api atau berkendara sering agak terganggu dengan banyaknya kotak
amal jariyah untuk pembangunan masjid, pondok pesantren, atau panti asuhan
yatim piatu, baik yang disodorkan dengan kotak, amplop, maupun jaring-jaring di
tepi jalan. Ketika seorang wanita berjilbab agak kusam atau lelaki berkopiah
hitam kecokelatan menaiki bus yang kita tumpangi, sudah ada prasangka di hati
kita, “Ah, ini sih jangan-jangan, jangan-jangan nih…”
Saudaraku, ada banyak “jangan-jangan” di
hati kita. Apalagi, melihat penampilan si pemungut amal jariyah
yang—sering—tidak meyakinkan. Tidak kita mungkiri, banyak dari peminta sedekah
itu yang nakal, utamanya anak-anak muda yang mengaku baru mendapatkan musibah
atau baru keluar dari penjara dan ingin insaf. Mereka meminta-minta belas
kasihan penumpang dengan cara setengah memaksa dan memasang “tarif sedekah”,
minimal Rp. 1,000. Namun, tidak sedikit juga sumbangan itu benar-benar disalurkan
untuk membantu panti asuhan dan sebagainya.
Nah, Saudaraku, karena ada praduga
“jangan-jangan” itulah, membuat uang lembaran seribu rupiah terasa berat dan
susah dikeluarkan dari kantong. Tenaga kita tidak cukup kuat untuk mengangkat
dan memindahkan uang seribuan itu dari kantong ke kotak amal. Berat sekali!
Begitu kita memberi, yang langsung terbayang adalah kepentingan kita, bukan
kepentingan orang-orang yang kita beri sumbangan. Kita langsung ingat,
“Mudah-mudahan amalku diterima Allah dan Allah mengganti dengan rezeki yang
berlipat ganda.” “Mudah-mudahan Allah menyelamatkan perjalananku disebabkan
sedekah ini.” Dan, harapan-harapan lainnya.
Jadi, saat beramal pun kita masih tetap
mementingkan diri sendiri. Kita tidak terbiasa berpikir, “Mudah-mudahan masjid
yang sedang dibangun cepat selesai.” Atau, “Semoga sumbangan yang sedikit ini
dapat meringankan beban para pengelola panti asuhan.”
Saudaraku, sebenarnya banyak alasan yang
membuat kita malu jika mengingat bahwa apa yang kita miliki sesungguhnya milik
Allah yang dipinjamkan-Nya kepada
kita. Namun, juga bukan berarti kita tidak boleh beramal dibarengi dengan
harapan untuk kepentingan kita. Lebih tragis lagi kalau kita bersikap seperti
ini: Seorang pengemis datang ke rumah kita dan mengucapkan salam. Lalu, tanpa
menjawab salam si pengemis, kita langsung berkata, “Maaf ya Pak, lain kali
saja!” Kita meremehkan salam yang diucapkan si pengemis dan berani memastikan
bahwa suatu saat kita, “lain kali saja”, akan bertemu lagi dengan si pengemis
dan memberinya sedekah! Padahal, hanya Allah yang tahu apa yang akan terjadi
pada diri kita dan si pengemis besok. Bukankah kita masih dapat bersedekah
dengan senyuman dan menjawab salamnya?
Untuk pengemis, berat rasanya kita
bersedekah meskipun hanya dengan uang receh lima ratusan rupiah. Namun, pada
saat yang bersamaan, kita rela menghabiskan uang begitu banyaknya untuk
mengurus ikan louhan kesayangan kita. Atau, memanjakan motor atau mobil yang
harganya puluhan hingga ratusan juta. Kita tidak berpikir bahwa lima ratus
rupiah bagi si pengemis mungkin sangat berharga.
Saudaraku, tidakkah kita khawatir jika
digolongkan dalam kelompok yang mendustakan agama, seperti yang difirmankan
oleh Allah dalam Surah Al-Ma’un [107]?
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan
agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi
makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu)
orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan
enggan (menolong dengan) barang berguna.” (QS. Al-Ma’un [107]: 1-7)
Yaitu, kelompok orang-orang yang tidak
mempunyai kepedulian sosial. Orang-orang yang cuek dan masa bodoh terhadap
penderitaan dan kesusahan orang lain. Kita beramal, sekali lagi, ternyata bukan
untuk orang yang kita beri sedekah, melainkan untuk mencapai “tujuan” kita
sendiri. Walaupun, sesungguhnya amal yang ikhlas memang akan kembali juga
kepada kita.
Saudaraku, sialnya, kitapun sering
bertindak seperti itu…..
Wallahua’lam
bish-shawab
Wassalamu’alaikum
Warohmatullaahi Wabarokaatuh…
2 komentar
Click here for komentarlumayan blog nya gan
Replysmua yg kita lakuin harus slalu ikhlas, BW pun harus iklas :D
ReplyConversionConversion EmoticonEmoticon